News

Terkait Stunting dan UMKM, KADIN Kota Kendari dan HNSI Sultra Teken MoU

Avatar photo
×

Terkait Stunting dan UMKM, KADIN Kota Kendari dan HNSI Sultra Teken MoU

Sebarkan artikel ini

MEDIASULTRA.CO.ID, KENDARI – Sepakat tangani stunting dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Kota Kendari Fadli Tanawali dan Yusrianto Ketua Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPD HNSI) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menandatangani nota kesepakatan Memorandum of Understanding (MoU) yang bertempat di Kantor DPD HNSI Kota Kendari, Sultra. Selasa (26/9/2023).

Turut hadir dalam kunjungan silaturahmi tersebut, Ketua KADIN Kota Kendari beserta pengurus KADIN Kota Kendari dan disambut hangat oleh Ketua DPD HNSI beserta pengurus lainnya, dan sejumlah pengusaha UMKM.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Dalam pertemuan tersebut, Yusrianto menuturkan bahwa HNSI sudah terbentuk di 17 kabupaten/kota di Sultra dan Alhamdulillah semua sudah dilantik.

Yusrianto juga memaparkan bahwa dari 17 kota/kabupaten di Sultra ini 16 kabupaten memiliki laut sementara satu kabupaten tidak memiliki laut, yakni Kabupaten Kolaka Timur (Koltim). Dan di Sultra ada sekitar 600 pulau, dan 400 lebih sudah memiliki nama sementara 200 pulau yang mempunyai nama.

Sultra, lanjutnya, 74 persen wilayah lautnya, artinya lebih luas wilayah lautnya dibanding daratan. Sementara potensi perikanan darat (Empang) kurang lebih 500 hektare (ha) yang dikelola oleh Bank sekitar 20 persen. Jadi masih banyak lokasi yang bisa dikembangkan untuk perikanan darat ini.

“Setalah satu bulan saya pimpin HNSI ini ternyata banyak permasalahan yang dihadapi oleh nelayan diantaranya ikan sudah tidak ada lagi dipinggir laut, artinya nelayan sudah sulit mendapatkan ikan dengan cara memancing dipinggir laut. Ini mungkin pencemaran,” terangnya.

Baca Juga:  Dompet Dhuafa Sultra Tebar Kebaikan Melalui Program Muliakan Yatim

Dengan sulitnya mendapatkan ikan di pinggir laut, sambung Yusrianto, otomatis para nelayan ini keluar lebih jauh lagi. Dan ini juga yang menjadi persoalan karena alat tangkap dan perahu yang digunakan kecil, selain itu dibatasi juga dengan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sedikit. Jadi kalau keluar sekitar sepuluh (10) mil tidak akan mungkin, dan itu bisa dipastikan berdasarkan data statistik di Sultra ini ternyata nelayan itu banyak hidup di bawah ekonomi menengah. Karena persoalan itu tadi. Kalaupun ada nelayan yang sejahtera itu karena memiliki kapal besar. Dan ini juga dikarena anggaran untuk nelayan memang lebih sedikit.

“Itu lah yang menjadi cita-cita saya sehingga pegang HNSI, saya ingin mensejahterakan nelayan,” ucap Yusrianto.

Persoalan nelayan juga, masih Yusrianto, adalah terkait izin kapal. Karena ada salasatu nelayan di Kolaka sudah sekitar dua (2) tahun mengurus izin kapal tapi sampai sekarang belum terbit.

Sementara terkait UMKM, Yusrianto menjelaskan bahwa banyak usaha nelayan yang sulit mendapatkan pasaran. Untuk itu dirinya meminta kepada KADIN agar pelaku UMKM yang kecil ini bagaiman bisa dikembangkan dengan mencari pasaran. Karena ini juga usaha rumah tangga bagi ibu-ibu nelayan.

Baca Juga:  Jum'at Curhat Bersama Wartawan, Kapolres Konut Ajak Wartawan Bersinergi Kawal Program Pembangunan

Menyikapi hal tersebut Fadli Tanawali menjelaskan bahwa terkait ikan yang didaratkan di pelabuhan perikanan maupun di pelelangan itu sangat tentang hubungan hasil tangkap nelayan di perairan. Dan ini tidak hanya terjadi di Sultra, bahkan hampir semua provinsi yang ada di Indonesia.

“Sementara terkait ijin kapal ini nanti kita sama-sama rumuskan bagaimana solusinya. Intinya KADIN siap. Karena semua regulasinya tentu harus ada kerja sama dengan pihak pemerintah,” ujar Fadli.

Dan terkait UMKM, kata Fadli, bila melihat prodak yang dihasilkan oleh UMKM nelayan ini sangat bagus, artinya sudah bukan bahan mentah lagi. Industri perikanan di Indonesia terkadang barang mentah pun masih dibutuhkan, contoh kebutuhan Pindang saja untuk domestik satu tahun itu sebanyak 16 Triliun menurut data KKP, sementara data dari asosiasi Pindang Indonesia justru lebih tinggi lagi yakni 31 Triliun dengan asumsi dari 31 Triliun tersebut kebutuhan bahan baku untuk Pindang 157.838 ton per bulan, sementara pasokan domestik hanya mampu melayani 76.434 ton per bulan. Jadi hanya sekitar 48 persen saja yang bisa dipenuhi. Itu baru Pindang, belum yang lain.

“Untuk usaha UMKM ibu nelayan tadi, Insya Allah kami akan bantu pasarkan dengan cara saling komunikasi dengan KADIN di seluruh Indonesia, karena KADIN itu bukan cuma ada di Sultra, melainkan ada di seluruh Indonesia. Untuk itu saya minta contoh-contoh produknya nanti agar kami bisa dokumentasikan, agar pasar yang kita harapkan bisa kita dapatkan,” umbarnya.

Baca Juga:  Gelar Rakor Lingkup Kecamatan Asera, Aswar: Program Ketahanan Pangan Perlu Dikembangkan

Pada kesempatan tersebut, Fadli juga mengungkapkan bahwa Kota Kendari ini sedang mengalami inflasi.

“Menurut data statistik yang terakhir saya terima sudah 5,81 persen pada bulan Juli, dan bulan Agustus 3,35 persen. Dan salasatu penyebab inflasi adalah kebutuhan BBM yang meningkat, kemudian pendistribusian yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,” tandasnya.

Terakhir, lanjut Fadli, yang lebih penting juga adalah terkait stunting.

“Menekan stunting ini merupakan prioritas utama saya juga. Dan ini merupakan titipan PJ Wali Kota Kendari agar dibantu menekan stunting. Maka itu saya melakukan kunjungan ke semua teman-teman asosiasi termasuk HNSI ini agar bersama-sama berkolaborasi menekan angka stunting di Kota Kendari,” imbuhnya.

Data stunting di Kota Kendari, masih Fadli, tahun 2021 menurut sensus kesehatan survei status gizi Indonesia 24 persen, dan tahun 2022 sudah berkurang menjadi 19,5 persen, dan target di tahun 2023 ini adalah 14 persen.

“Untuk mencapai selisih yang sekitar 5 persen inilah saya minta kepada teman-teman di HNSI ini yang pelaku usaha untuk berkolaborasi dengan KADIN membantu pemerintah untuk menekan angka stunting ini. Karena kebutuhan dasar masyarakat, agar Kota Kendari ini menjadi kota layak huni. Salasatu indikatornya itu adalah kesehatan, dan kalau kesediaan pangan tersedia, maka tentu gizi akan tercukupi,” pungkasnya. (Red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!