Mediasultra.co.id II Kendari – Penjabat (PJ) Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Komjen Pol. (P) Dr. (H.C) Andap Budhi Revianto, S.I.K., M.H, membuka secara resmi kegiatan Kongres Internasional ke IV Bahasa-Bahasa daerah Sulawesi Tenggara dengan tema “Tapalagi Bahasa dan Sastra, Sultra Mokora” yang diselenggarakan langsung Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsj Sultra dan Kantor Bahasa Provinsi Sultra di Sahid Azizah Hotel Kendari, Selasa (21/11/2023.
Hadir dalam kegiatan tersebut Ketua DPRD Sultra, Kakanwil Kemenag Sultra, Asisten 1 Setda Sultra, Kadis Perpustakaan Sultra, Kepala Kantor Bahasa Provinsi Sultra, Kadis Pendidikan Sultra, Karo OTDA Sultra, Perwakilan Kepala OPD Lingkup Pemprov. Sultra, Universitas Muhamadiyah Kendari, Universitas Sembilan Belas November, Tokoh Masyarakat Buton Tengah, Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Regional 1, Tokoh Masyarakat Muna, Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan, Pemda Kota Kendari, Pemda Kota Baubau, Asosiasi Tradisi Lisa Kabupaten Bombana, IAIN Kendari, Komunitas Literasi, BRIN, GPMB Provinsi Sultra dan Para Narasumber dan hadir juga secara virtual Prof. Dr. E. Aminudin Aziz, M.A., Ph. D.
Laporan Kepala Kantor Bahasa Provinsi Sultra oleh Ibu Dr. Uniawati, S.Pd.,M. Hum, menyampaikan bahwa dalam acara Kongres ke IV Bahasa-Bahasa Daerah Sultra ini akan dilaksanakan selama 2 (dua) hari mulai dari hari ini dan besok.
“Di sini kita akan bersama-sama, berdiskusi untuk saling bertukar pikiran dan pandangan mengenai persoalan-persoalan kebahasaan dan kesastraan yang dihadapi oleh bangsa ini mulai dari sabang sampai merauke,” ujar Uniawati.
Lanjut, persoalan yang paling krusial adalah kepunahan bahasa daerah terjadi terutama, para penutur tidak lagi atau tidak mewariskan bahasa tersebut kepada generasi berikutnya. Di Indonesia terdapat 718 bahasa daerah, dengan kondisi vitalitas yang berbeda-beda mulai dari status aman, rentan, mengalami kemunduran, terancam punah serta krisis dan punah.
Khusus di Sulawesi Tenggara, lanjut Uniawati, terdapat 9 (sembilan) bahasa daerah dan 7 (tujuh) diantaranya terancam punah yaitu bahasa cia-cia, culambacu, Kulisusu, Lasalimu-Kamaru, moronene, Muna dan Tolaki. Hal ini perlu segera diatasi karna kondisi vitalitas bahasa tersebut tidak semakin menurun.
Lebih jauh Uniawati menjelaskan bahwa bahasa daerah memiliki nilai sosiologis yang sangat dekat dengan penuturnya, semua penutur bahasa daerah hidup, berkembang, berpikir dalam bahasa daerah, memiliki nilai emosional bagi para penuturnya. Dalam konteks ini adalah bangsa Indonesia melihat bahasa daerah sebagai salasatu bentuk kekayaan tak benda, bagi masyarakat dan bangsa, sebagai bahasa lokal atau bahasa daerah bukanlah, penghambat dalam perkembangan bahasa Indonesia, begitu juga penggunaan bahasa daerah bukan berarti tidak menghargai bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu.
“Adanya krisis multidimensional seperti krisis ekonomi, hukum dan politik serta pengaruh globalisasi menimbulkan gejolak dan kerawanan yang mengancam kerukunan dan kesatuan bangsa Indonesia, bahasa berperan menjadi perisai pemersatu yang belum pernah dijadikan sumber permasalahan, oleh masyarakat pemakainya yang berasal dari berbagai ragam suku dan daerah. Hal ini dapat terjadi, karena bahasa dapat menempatkan dirinya sebagai sarana komunikasi efektif pendampingan dan bersama-sama dengan bahasa daerah yang ada di nusantara dalam mengembangkan dan melancarkan berbagai aspek kehidupan dan kebudayaan termasuk pengembangan bahasa-bahasa daerah,” bebernya.
Berkaitan dengan hal tersebut, masih Uniawati, dibutuhkan kegiatan yang representatif dan dapat menumbuhkan cara pandang baru mengenai pengembangan dan perlindungan bahasa daerah serta sikap berbahasa dan budaya yang lebih baik, kongres internasional ke IV bahasa-bahasa daerah Sulawesi Tenggara merupakan salasatu kegiatan yang dinilai dapat mewujudkan hal tersebut.
Selain itu, kata Uniawati, tujuan pelaksanaan kongres ini adalah, pertama mendiskusikan dan merumuskan berbagai persoalan yang menyangkut bahasa dan sastra daerah di Sulawesi Tenggara yang digagas oleh para pakar bahasa dari dalam dan luar negeri untuk menjadi pertimbangan dalam rangka perumusan kebijakan dan strategi yang tepat untuk melindungi melestarikan mengembangkan pembina dan memperdayakan bahasa dan sastra daerah Sulawesi Tenggara pada era society 5.0., kedua, mendorong dan meningkatkan program pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra daerah di Sulawesi Tenggara dalam bentuk penelitian dan pendokumentasian serta penyebarluasannya, ketiga, mendorong pelestarian perlindungan dan pemodernan sastra daerah sehingga dapat bernilai bagi masyarakat, dan keempat, melahirkan konsep pembelajaran bahasa daerah yang efektif untuk implementasikan pada Masyarakat khususnya generasi muda.
“Sehingga, nilai strategi pelaksanaan kegiatan kongres internasional ke IV bahasa-bahasa daerah Sulawesi Tenggara adalah menjadikan bahasa sebagai pusat pembicara dan perhatian antara sesama pakar, baik dari tanah air maupun dari mancanegara tema kongres internasional kali ini internasional ke IV bahasa-bahasa daerah Sulawesi Tenggara kali ini adalah ‘Tapalagi bahasa dan sastra, Sutra Mokora’ yang artinya “Melestarikan Bahasa dan Sastra, Sultra Kuat”.” tandasnya.
Uniawati juga mengungkapkan bahwa narasumber yang akan tampil berbicara berasal dari kalangan pejabat, pakar bahasa, budayawan, akademisi, peneliti dan pengiat komunitas atau tokoh masyarakat yang diundang untuk menyampaikan buah pikiran mereka akan berbagai hal yang berhubungan dengan pelestarian bahasa dan sastra daerah di Sulawesi Tenggara.
Tak lupa, selaku Kepala Kantor Bahasa Provinsi Sultra, Uniawati mengucapkan terima kasih atas dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak, dan terima kasih juga Kepada Dinas Kominfo Provinsi Sultra atas fasilitas publikasi yang diberikan juga terima kasih kepada seluruh panitia atas kerja keras, kerja cerdas bersama sejak awal hingga pelaksanaan kegiatan ini.
Di tempat yang sama Penjabat (PJ) Gubernur Sultra dalam sambutannya mengatakan bahwa kegiatan ini dan besok semoga dapat bermanfaat dalam rangka pengembangan, pembinaan dan pelindungan bahasa dan sastra daerah di Sultra. Untuk dirinya mengajak melestarikan bahasa dan sastra bahasa dan sastra daerah dengan meregenerasi penutur jati kepada generasi muda.
“Ada sembilan (9) bahasa yaitu bahasa Tolaki, Muna, Moronene, Wolio, Culambacu, Bahasa Wakatobi, Kulisusu, Cia-Cia dan Lasalimu-Kamaru, harus di pake sehari-hari supaya tidak punah. Itu yang semua saya sebutkan bahasa daerahnya masing-masing adalah sebuah Khazanah kekayaan kita,” tutur Andap.
Andap juga menyampaikan bahwa bila berbicara universal, beragam bahasa Indonesia merupakan simbol dari keragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dari catatan yang ada terdapat 718 bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia yang tertinggi di Nusa Tenggara Timur (NTT) ada 72 bahasa daerah, di Sulawesi ada 62, dan di Sultra ini ada sembilan (9).
“Minimal kita tau identifikasi di dalam kerangka pemikiran kita, Kalimantan ada 58, Maluku dan seterusnya, Jawa dan Bali ada 10 Bahasa Daerah, semua ini kalau kita simpulkan bahasa daerah yaitu pertama kekayaan budaya, kedua keragaman Indonesia itu sendiri dan ketiga meneguhkan identitas sebagai Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dalam NKRI,” tutupnya.
Diketahui, pelaksanaan kegiatan ini adalah Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Tenggara bekerja sama dengan Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara. (W/Red).